Menegakan keutuhan dari hanya syariat Islam


Setelah jepang benar-benar menepati janjinya dengan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pemerintah Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia ( BPUPKI ). Ir. Soekarno dipilih menjadi ketua panitia memimpin jalanya sidang BPUPKI yang akan berlangsung berikutnya. Sidang perdanapun digulirkan pada tanggal 8 Mei 1945 dengan bahasan dasar negara.

Saat merumuskan dasar negara. Gus Wahid nama akrab KH. Wahid Hasjim dari golongan muslim-nasionalis meminta agar dasar negara berdasarkan syariat Islam. Suasana pun memanas setelah golongan sekuler-nasionalis menolak pendapat yang diajukan Gus Wahid.Menemui jalan buntu, Bung Karno akhirnya membentuk tim kecil yang beranggotakan 9 orang termasuk Gus Wahid. Tim sembilan bertugas merumuskan kembali sila pertama pancasila : Ketuhanan “ dengan kewajiban menjalnkan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Tim sembilan tidak membuahkan sebuah perubahan. Menyetujui usulan Gus Wahid menjadikan syariat Islam sebagai dasar negara. Ir Soekarno akhirnya memutuskan menerima pendapat golongan muslim-nasionalis. Berselang dua hari kemudian sidang BPUPKI kembali digelar dengan tema membahas isi konstitusi. Lagi, Gus Wahid mengangkat tangan dan mengajukan soal kedudukan agama Islam dan agama resmi negara. Gus Wahid mengajukan bahwa agama resmi Indonesia adalah Islam dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang memeluk agama lain. Lagi, Soekarno menerima usulan tersebut disamping itu presiden haruslah orang Indonesia asli dan beragama Islam.

17 Agustus 1945. Hari yang ditunggu-tunggu jutaan penduduk Indonesia telah tiba, Ir. Soekarno secara resmi membacakan teks proklamasi kemerdekaan didepan rumahnya . Sehari setelah proklamasi. Mohammad Hatta menerima tamu dari utusan pemerintah Jepang, seorang opsir angaktan laut Jepang mengatakan kepada Bung Hatta. Ia mendapatkan pesan dari kelompok Kristen, Katolik nasionalis di Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan isi konstitusi pada saat itu.

Pada hari itu juga Bung Hatta mengadakan rapat terbatas dengan para pemimpin Muslim : Ki Bagus Hadikusumo, Mr Kasman sigodimejo, Mr Tengku Hasan, sedangkan Gus Wahid tidak bisa hadir waktu itu karena sedang dalam perjalanan ke Jawa timur. Rapat tersebut berlangsung hanya sekitar seperempat dan menghasilkan keputusan presiden cukup orang Indonesia asli dan point menjalankan syariat agama islam dihapus dari batang tubuh, serta kata “ Mukadimmah” diganti dengan “ Pembukaan “ disetujui oleh presiden Soekarno.

Bung Karno menyadari jika dasar negara Indonesia berlandaskan Islam akan terjadi perpecahan dan tindakan sparatisme di berbagai daerah Indonesia yang mayotitas merupakan nin-muslim. Peryataan tersebut ia sampaikan pada saat kunjungan kerja ke Amuntai Kalimantan Selatan.

Perjuangan Gus Wahid dalam memperjuangan syariat Islam menjadi dasar negara patut diapresiasi, namun melihat kenyataan yang ada di bagian Indonesia timur. Mayoritas penduduk disana merupakan pemeluk agama lain. Keputusan Bung Karno menyetujui perubahan dasar konstitusi yang diajukan oleh Bung Hatta, karena ia tau penerapan dasar sebagai negara yang menerapkan syariat Islam akan memunculkan konflik besar dikemudian hari yang dapat mengakibatkan tidakan sparatisme.

Novan Arianto

Share on Google Plus